![]() |
Dinasti Politik |
Kekuasaan adalah
karunia Tuhan yang paling indah. Begitu kata-kata orang di persimpangan jalan.
Godaan laki-laki (kalo saya lebih cocok
untuk mengatakan sebagai kenikmatan yang melenakan, meski melenakan tapi tetap
nikmat) ada tiga, yaitu harta, tahta, dan wanita. Ya, kekuasaan masuk dalam
salah satu kenikmatan yang terkadang membawa bencana. Nantinya saya akan mengupas
kenikmatan yang berupa kekuasaan. Catatan tambahan, yang menginginkan kursi
kekuasaan bukan hanya lelaki, perempuan juga menginginkannya lhoo.
Dengan memiliki
kekuasaan kita bisa memengaruhi orang lain agar bertindak sesuai kehendak kita.
Ini fakta yang tidak bisa dibantah, meskipun oleh seorang pengacara kondang
sekelas Farhat Abbas. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila banyak orang
yang berebut untuk memperoleh kursi kekuasaan. Bupati misalnya. Kekuasaan yang
dalam artian jabatan publik adalah masuk kategori prestigious. Apalagi sudah sekelas bupati, pastinya sangat
berwibawa banget sehingga banyak yang ingin menduduki jabatan ini.
Menjadi pejabat publik
seperti peribahasa mendapat durian runtuh. Memang tepat peribahasa ini untuk
mewakili fenomena yang ada. Karena dibalik kursi kekuasaan jabatan publik
terdapat kenikmatan yang menggiurkan. Dibalik kursi itu ada mobil, ada rumah,
ada ajudan yang jadi pengawal dan siap juga jadi jongos, ada duit gaji pokok,
ada duit tunjangan, ada duit proyek, ada penghormatan dari orang lain meskipun
penghormatan itu banyak yang diberikan oleh penjilat-penjilat penguasa alias
penghormatan yang tidak tulus. Begitulah adanya jika menjadi penguasa. Kita
akan menjadi raja diraja yang memiliki segalanya.
Ya wajar jika banyak
yang menginginkannya. Sehingga ada orang yang tidak mau kehilangan kenikmatan
ini. Kadang, untuk mendapat fasilitas itu orang-orang mendirikan yang namanya
dinasti politik. Tujuannya jelas, agar dia masih mendapat fasilitas dari kursi
kekuasaan.
Dalam tulisan ini,
izinkanlah saya yang seorang anak jalanan untuk sedikit berceloteh tentang
dinamika politik yang ada di Kabupaten Klaten. Meski hanya sebatas anak
jalanan, tapi saya akan berlagak seperti pengamat politik yang sering nongol di
layar tv sudara sekalian. Janji. Saya akan menunjukkan kemakian saya agar
terlihat mirip dengan pengamat profesional.
Cap cip cup cuuuus
langsung saja ke pokok bahasan. Saya menemukan bacaan yang cukup menarik
setelah mengamati perjalanan informasi yang berliweran di layar handphone saya
(samsung galaxy V, yang berminat chat di 538b6117). Bacaan yang saya baca dari solopos.com itu menceritakan tentang ke-mbuletan dinasti politik yang terjadi di
Klaten. Sungguh, ini benar-benar ke-mbuletan
yang merumitkan.
Begini ceritanya,
Berdasarkan data yang dihimpun Solopos.com,
penetapan Hati Mulya sebagai pasangan terpilih di pilkada Klaten sesuai
surat keputusan KPU bernomor: 50/Kpts/KPU-Kab/012.329461/2015 tentang
Penetapan Pasangan Terpilih dalam Pilkada Klaten.
Keputusan tertanggal 22 Desember 2015 itu
ditandatangai Ketua KPU Klaten, Siti Farida dan Kasubag Hukum Sekretariat KPU
Klaten, Wahyu Agustini. Selain dihadiri penyelenggara pilkada dan aparat
keamanan, acara tersebut juga dihadiri mantan Bupati Klaten sekaligus ketua DPC
PDIP Klaten, Sunarna yang mengenakan kemeja merah; Pj. Bupati Klaten, Jaka
Sawaldi juga mengenakan kemeja merah; dan sejumlah pendukung Hati Mulya.
Sesuai hasil penghitungan suara, Hati Mulya
meraup 321.593 suara atau 48,90 persen. Pasangan OK-To meraih 273.189 suara
atau 41,54 persen. Sedangkan, Faham memperoleh 62.849 suara atau 9,56 persen.
Jumlah suara sah di Klaten mencapai 657.631 suara. Jumlah suara tidak sah
mencapai 31.756 suara.
Oleh karena KPU memutuskan Hati Mulya sebagai
kepala daerah terpilih, maka saya mengucapkan selamat atas kemenangannya. Dan
saya sebagai makhluk tuhan akan berdoa kepada tuhan agar kalian diberi kekuatan
untuk mengemban amanah jabatan ini. Sekali lagi, SELAMAT
Begini ceritanya,
(lagi)
“Bupati Klaten saat ini
bernama Sri Hartini. Beliau ini adalah wakil dari bupati sebelumnya, Sunarna,
yang menjabat selama dua periode selama 2005-2015. Sri Hartini ini sendiri
adalah istri dari bupati Klaten periode 2000-2005, Haryanto Wibowo” sudah paham
belum? Baca kelanjutannya agar paham.
“Mari berlanjut ke wakilnya, Sri Mulyani. Beliau ini adalah istri dari mantan bupati Sunarna. Jadi, setelah sepuluh tahun mendampingi sang suami menjadi bupati, kini beliau menjabat menjadi wakil bupati mendampingi mantan wakil dari suaminya. Dan begitulah terjadinya Duo Sri yang kekuasaannya akan bercokol setidaknya hingga 2020” sudah paham atau kurang mbulet?
Jadi begini, akan saya jelaskan ke-mbuletan peta
politik yang ada di Klaten menggunakan bahasa Mojok.co saja agar lebih mudah
dipahami. Seperti ini “Bupati Haryanto, beristri Sri Hartini menjabat
2000-2005. Digantikan oleh Bupati Sunarna yang beristri Sri Mulyani, 2005-2010.
Bupati Sunarna terpilih lagi, Sri Hartini naik pangkat menjadi wakilnya,
2010-2015. Sri Hartini kini yang jadi bupati di dampingi Sri Mulyani, istri
mantan bupati sebelumnya, 2015-2020. Prediksi saya, 2020 elektabilitas Sri
Hartini menurun, maka yang maju adalah Sri Mulyani. Kali ini akan didampingi
anak dari Sri Hartini yang merupakan anggota DPRD Klaten 2014-2019. Tahun 2025
Sri Mulyani mungkin juga sudah agak menurun elektabilitasnya, namun masih cukup
kuat. Di sisi lain, wakilnya juga memiliki kans yang sama. Maka 2025 ini yang
masih agak susah untuk diprediksi. Yang jelas setidaknya sampai 2030 pemimpin
Klaten masih didominasi keluarga itu-itu saja” begitu penjelasan dari mojok.co
yang saya kira mudah dipahami, meskipun yang ditulis tetap mbulet. Karena
memang ini tulisan untuk menceritakan ke-mbultean politik di klaten.
Agar saya tidak terlihat ber-suudzon dengan
dinasti politik Klaten, maka saya akan mencoba berfikir bahwa penguasa di
Klaten tersebut lahir dari kemampuan mereka dalam mengelola pemerintahan. Bukan
kok malah lahir dari sulap suap-suap atau permufakatan jahat yang hanya
menginginkan fasilitas. Dan saya juga berharap agar Klaten dipimpin oleh “yang
lain” agar rakyat Klaten jika main ke rumah Bupatinya nggk ke dua rumah yang
itu-itu saja. Biar gak bosen saja sih. hehehe
Menjelaskan ke-mbuletan dengan sangat mbulet. Lanjutkan!
BalasHapuskan edisi mbulet
BalasHapus