Blogger templates

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Kamis, 20 Oktober 2016

Kepulangan Flaneur




Judul Buku  : Pulang
Penulis         : Leila S. Chudori
Tahun           : 2012
Tebal             : 460 Halaman
Penerbit       : Kepustakaan Populer Gramedia
ISSBN           : 978-979-01-0515-8

Bagai seekor burung camar yang terbang tanpa ingin hinggap. Begitulah Vivienne menggambarkan sosok Dimas Suryo, suaminya yang seorang petualang. Kalimat metafora dari Vivienne memang ada benarnya jika melihat tingkah polah Dimas. Sang flaneur (pengelana) ini terpesona oleh banyak hal, mengelana ke berbagai macam pemikiran tanpa punya keyakinan yang tetap. Ia hanya yakin pada dirinya sendiri, bahwa keinginanannya hanya terus menerus berlayar.

Pada akhirnya, Dimas menyadari bahwa petualangan tanpa tujuan akhir pada masa lalu tidaklah bagus bagi kehidupannya di kemudian hari. Penyesalannya akan ketidak beraniannya dalam ‘memilih’ inipun ia utarakan kepada putrinya, Lintang Utara. Sebagaimana pesan Dimas kepada Lintang di bab epilog, “Kau tak boleh menyeret-nyeret nasib dan perasaan orang hingga hati orang itu tercecer kemana-mana. Kau harus berani memilih dengan segala resikonya.” 

Pesan itu ia tujukan kepada Lintang agar putrinya menentukan sebuah pilihan. Tentunya juga harus berani memikul segala resiko dari pilihannya tersebut. Ia harus menjatuhkan pilihan kepada Narayana atau Alam. Lintang diharapkan menentukan pilihan sebagai bentuk dari keberaniannya dalam menjalani kehidupan. Karena bagi Dimas, orang yang memilih merupakan sosok pemberani. Ia tak menginginkan putrinya menjadi manusia yang tak bisa memilih seperti dirinya. Hingga akibatnya nasib yang memilihnya. Bukan ia yang menentukan nasib. Dan ia tak menghendaki anaknya di posisi yang sama seperti dirinya.

Erickson (1989) menjelaskan, Identitas diri sebagai pengalaman subjektif akan kesamaan serta kesinambungan batiniahnya sendiri dalam ruang dan waktu. Dalam novel Pulang, Lintang dan Dimas merupakan tokoh sentral yang sedang melakukan pencarian identitas. Proses pencarian identitas membawanya menuju ke belahan bumi yang asing baginya. Pada akhirnya, semua perjalanan itulah yang menjadi identitas mereka. Menjadi flaneur, seorang pengelana. 

Pulang menjadi tujuan bagi seorang pengelana. Dalam novel ini kita mendapatkan dua jenis ‘gerak kembali’, persis sebagaimana yang dikatakan Ernst Bloch dalam The Principle of Hope mengenai dua jenis ‘pulang’. Pulang yang pertama adalah pulang sbaga ‘a return’ dan pulang yang kedua adalah pulang sebagai ‘an exodus’.

Sebagaimana yang dijelaskan oleh Robertus Robet, Dosen Sosiologi Universitas Negeri Jakarta dalam testimoni novel Pulang. Kebebasan ada bukan pada a return yang tujuan-tujuannya telah jelas dan tertentu, melainkan pada sebuah an exodus. Kebebasan ada di dalam an exodus persis karena dalam exodus seluruh gambaran mengenai masa depan itu hanya samar, belum jelas dan konkret akan tetapi dituju, diarungi dengan penuh kenekadan dan keberanian.

Pulang yang dikehendaki oleh Dimas pada akhirnya adalah ‘a return’. Untuk itu, pada akhirnya ia mendapatkannya dengan mendarat di Karet. Namun pulang dalam Lintang adalah ‘an exodus’ sebuah petualangan atas tanah yang sama sekali belum ia mengerti. Pulang yang tujuan-tujuan akhirnya hanya bisa ia temukan stelah ia berada di ‘sana’ dan bukan ketika ia berada di ‘Paris’.

Pulang membawa kita pada ‘gempa politik’ yang mengguncang sisi kemanusiaan pada masa silam. Isu komunisme pada masa itu meninggalkan berbagai persoalan menyangkut kemanusiaan. Berbagai macam pembantaian, penganiayaan, pemenjaraan tanpa pengadilan banyak terjadi di bumi pertiwi ini. Selain itu, gerakan bersih diri dan bersih lingkungan juga berdampak pada diskriminasi sosial hingga puluhan tahun setelah tragedi berdarah tahun 65.

Menarik sekali, meski fiktif namun tulisan ini mampu menutupi ke-fiktif-annya. Kisah potongan sejarah bangsa ini digambarkan oleh Leila S. Chudori. Karyanya sedikt banyak memberikan gambaran seperti apa chaos tanah air pada saat itu. Selain itu, Pulang mampu mengekploitasi latar tempat dengan maksimal sehingga pembaca dapat mengimajinasikan dengan baik. Seperti pendeskripsian latar di bawah patung Victor Hugo, Universitas Sorbonne, toko shakespeare & co serta Sungai Seine memudahkan pembaca untuk menggambarkan kisah Pulang.   

Selasa, 18 Oktober 2016

The Battle of Algiers: Gerakan Sosial Rakyat Aljazair

The Battle of Algiers (1966) merupakan film yang layak ditonton oleh kalangan ak ademisi. Film tersebut menceritakan perjuangan bangsa Algeria atau yang dikenal dengan negara Aljazair. Kisah perjuangan yang heroik dilakukan oleh bangsa Aljazair untuk melepaskan dari penjajahan kolonialisme Prancis. Baik yang laki-laki maupun perempuan turut dalam perjuangan. Mereka menghendaki kemerdekaan dari kolonialisme Prancis yang sudah menjajah Aljazair selama kurang lebih 150 tahun. Lebih menarik lagi, dalam perjuangan merebut kemerdekaan turut terlibat seorang anak berusia dibawah lima belas tahun. Anak yang bernama Oemar itu memberikan kontribusi besar dalam perjuangan kala itu. Ia menjadi kurir untuk pejuang yang tergabung dalam National Liberation Front (FLN). 

FLN merupakan organisasi rakyat yang menjadi penggerak perjuangan merebut kemerdekaan. Masyarakat yang memiliki keinginan untuk merdeka bergabung dan berjuang bersama di dalam FLN. Organisasi ini memiliki semangat perjuangan melawan kolonialisme. Tujuan FLN adalah memerdekakan Aljazair dan mengembalikan status negara Aljazair menurut azaz Islam dan menghormati dasar kebebasan tanpa memandang ras maupun agama. Dalam film tersebut, ada lima orang yang memiliki peran penting di FLN. Orang-orang tersebut adalah El-Hadi Jaffar, Murad, Ramel, Ben M. Hidi, Ali la Pointe’s. Tokoh Ali la Pointe’s merupakan pimpinan yang memiliki posisi penting dalam film. Ia adalah pemuda yang buta aksara, pekerjaan serabutan bahkan seorang pengangguran, dan sering keluar masuk penjara. Meskipun memiliki latar belakang demikian, ia mampu menjadi sosok pimpinan yang mampu mengorganisir rakyat dan tekun dalam berjuang merebut kemerdekaan. 

Perjuangan FLN tidaklah mudah. Sebelum melakukan perlawanan terhadap kolonialisme, FLN membereskan urusan di dalam masyarakatnya terlebih dahulu. Mengurus rumah tangga dengan cara membersihkan lingkungan dari pemabuk, pengguna narkoba, dan menghilangkan prostitusi. FLN akan memberikan hukuman.kepada yang bersangkutan manakala tidak menurut. Sebagaimana Hasan El-Blidi yang dihukum mati oleh FLN akibat tidak menghentikan usaha prostitusinya dan ia tidak mau bergabung dengan kelompok FLN. Setelah itu, FLN melakukan perjuangan dengan cara menyerang polisi Prancis di jalanan kota. Serangan tidak hanya difokuskan kepada polisi, melainkan juga menyerang Distrik Eropa. Hal ini diperlihatkan dalam film dengan adegan pengeboman yang dilakukan tiga wanita FLN di keramaian masyarakat eropa. Namun pada akhir cerita, FLN dapat dikalahkan oleh tentara kolonial yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Mathiu Philipe. Semua petinggi FLN dapat dilumpuhkan. Ada yang dipenjara, dipenggal, dan dieksekusi mati ditempat sebagaimana yang dialami Ali la Pointe’s.  

Film ini dapat dikategorikan sebagai gerakan sosial. Sebagaimana gerakan sosial yang dikemukakan Cohen (1992), gerakan sosial memiliki beberapa unsur. Pertama, adanya unsur kolektif dan terorganisir. Dalam film ini, FLN menjadi organisasi penggerak rakyat Aljazair untuk mendapatkan kemerdekaannya. Mobilisasi massa dilakukan oleh FLN secara masif. Kedua, ideologi. Ide yang menggerakkan rakyat Aljazair adalah adanya persamaan rakyat Aljazair untuk merdeka. Syarat ketiga adalah memiliki nafas gerakan panjang. Perjuangan yang dilakukan oleh FLN dan rakyat Aljazair berlangsung cukup lama. Tidak hanya berlangsung sehari dua hari atau bulan. Melainkan, perjuangan membutuhkan waktu dengan hitungan tahun. Dalam film, FLN dapat dikalahkan. Akan tetapi, perjuangan rakyat Aljazair masih berlangsung. Rakyat secara serentak melakukan demontrasi di jalanan menuntut kemerdekaan kepada pemerintah kolonial. 

Melihat film The battle of algiers (1966), saya melihat ada dua kategorisasi perjuangan meraih kemerdekaan rakyat Aljazair. Kategori pertama adalah perjuangan yang dipimpin oleh organisasi FLN. Perjuangan ini dapat dikatakan sebagai bagian dari gerakan sosial. Jika menganut pemikiran Cohen, perjuangan yang dipimpin FLN sudah memiliki ketiga unsur yang dipersyaratkan. FLN memiliki pimpinan, ada pembagian tugas, dan persamaan ideologi dalam berjuang. Berbeda dimana perjuangan dilakukan setelah FLN dikalahkan oleh kolonial. Meski perjuangan meraih kemerdekaan tetap berlangsung, dalam hal ini tidak diketahui siapa yang menjadi aktor intelektual yang menggerakkan rakyat ke jalanan. Petinggi-petinggi FLN yang dipenjara juga tidak mengetahui siapa aktor yang menggerakkan rakyat Aljazair. Pada saat itu hanya diketahui adanya keinginan rakyat untuk mendapatkan kemerdekaan. Mereka secara spontanitas turun ke jalan raya untuk menyerukan tuntutan kemerdekaan. Setelah bertahun-tahun melakukan demo di jalanan, akhirnya Aljazair merdeka tahun 1962.

Kamis, 06 Oktober 2016

Perwajahan


Yusuf pernah menyihir wanita-wanita Mesir. Sihirnya tanpa perlu jompa-jampi semar mesem atau kinjen emas. Cukup bermodalkan wajah. Yusuf dalam khazanah Islam diakui sebagai lelaki paling rupawan. Ketampanan wajah Yusuf tiada yang mampu menandingi dan tiada yang menyangkalnya. Wajah rupawan yang ia memiliki mampu meluluhkan hati wanita pada zamannya tanpa terkecuali. Alkisah, saat itu ada reriungan wanita-wanita semacam arisan ibu-ibu di rumah yang ia tinggali. Mereka bersendau gurau, menggosip sambil menikmati buah apel. Ditengah asyiknya berbincang dan menikmati apel, syahdan, Yusuf berjalan melewati wanita-wanita itu. Mereka terkesima, terpana, tertambat hatinya ke arah Yusuf. Karena khusyuknya menikmati wajah Yusuf, wanita-wanita itu tiada menyadari jika jari-jarinya teriris pisau. 

Ketampanan wajah Yusuf juga pernah membutakan ibu angkatnya, Zulaicha. Ia khilaf terhadap Yusuf. Dikala sang suami melakukan perjalanan ke luar kota, ia berada di dalam rumah rumah hanya bersama Yusuf. Saat ditinggal suami, mungkin ia merasa kesepian. Karena kesepian, ia mendatangi kamar Yusuf dan memintanya untuk mencumbunya. Edaaan tenan. Gara-gara wajah tampan anak angkatnya, Zulaicha lupa daratan. 

Kisah Yusuf menjadi contoh betapa magisnya wajah dalam mempengaruhi tindakan seseorang. Hal ini disebabkan karena wajah adalah bidang pertama yang dilihat oleh manusia ketika melihat orang lain. Dan wajah juga menjadi identitas manusia. Wajah Yusuf memanglah tampan. Banyak orang mengamininyanya. Namun, perwajahan  di hatinya juga tidak kalah tampan dengan wajah yang menyelimuti tengkoraknya. Ia adalah sosok yang saleh kepada Tuhan pencipta semesta dan arif dalam memimpin umatnya. Demikianlah Yusuf muda. 

Perwajahan mahasiwa saat orba juga tak kalah bersinar dibanding Yusuf. Mahasiswa kala itu memiliki jiwa revolusioner dan empati yang tinggi kepada lingkungan masyarakat. Meski keadaan yang tidak mendukung, aktivitas kemahasiswaan dibawah intaian intelijen dan pembungkaman berekspresi. Mereka tetap memiliki semangat yang menyala-nyala untuk menciptakan tatanan masyarakat yang berkeadilan dan berkesejahteraan. 

Sumarno, Ketua Dewan Mahasiswa IKIP Yogyakarta 1978 turut terlibat mencipta wajah mahasiswa jadi bersinar. Atas nama perjuangan, masuk keluar penjara menjadi rutinitas aktivis kala itu. “Gara-gara merencanakan melakukan aksi menolak kenaikan harga BBM, saya dipenjaran 6 bulan,” cerita Sumarno kepada mahasiswa ilmu politik di kelas gerakan masa, Selasa (04/10/2016).

Sumarno menceritakan kronologi penangkapannya. Hal itu terjadi setelah pimpinan aktivis mahasiswa melakukan pertemuan di ITB. Saat itu, mahasiswa melakukan diskusi terkait rencana kenaikan harga BBM. Mahasiswa yang berdiskusi menghasilkan buku putih “Buruh di Bawah Sepatu Lars ABRI”. Dan merencanakan mendorong buruh agar melakukan demo. Setelah pertemuan usai, satu persatu mahasiswa yang terlibat dalam pertemuan diambil ABRI untuk dipenjarakan. 

Bukan hanya itu, ia juga sempat menjadi Pemred terbitan semacam koran kampus di IKIP Yogyakarta. Saat itu, ia menulis headline “Orde Lama, Orde Baru Sama Saja”. Tulisan tersebut dicetak sebanyak 10.000 eksemplar sebanyak jumlah mahasiswa IKIP Yogyakarta. Setelah dicetak, surat kabar tersebut ditangkap oleh ABRI dan dibakar.

“Pokoknya, Jenderal Sudomo itu lebih galak daripada srigala,” tuturnya mengisahkan galaknya sudomo, Komandan Pangkopkamtib kala itu.

Perwajahan mahasiswa zaman orba digambarkan dengan pergerakan mahasiswa bersifat revolusioner. Berbagai aksi kegiatan dilakukan agar masyarakat saat itu menjadi lebih sejahtera dan berkeadilan. Tantangan berupa ancaman pemenjaraan, atau penculikan yang dilakukan oleh rezim kala itu tidak menyurutkan perjaunagn mahasiswa. Empati sosial ditopang semangat yang menyala-nyala meneguhkan mereka untuk hadir di jalan perjuanagn.    

Dalam kajian mata kuliah gerakan masa, gerakan mahasiswa kala itu sudah termasuk dalam New Social Movement. Gerakan sosial baru semacam ini memiliki tiga ciri. Pertama, pengorganisasian yang rapi. Dalam gerakan ini ditentukan siapa ketuanya. Terdapat mobilisasi massa yang terstruktur serta ada pembagian tugas dan rencana yang sistematis. 

Kedua, Deliberasi. Setiap individu yang terlibat dalam suatu aksi memiliki pertimbangan kenapa ia turut dalam aksi. Kala itu, mahasiswa yang tergabung dalam aksi melawan orba memiliki pertimbangan untuk menolak rezim yang tidak konsisten dan konsekwen dalam menjalankan Pancasila serta UUD 1945. Ketiga, Inheren. Daya tahan dalam New Social Movement lebih kuat daripada Social Behavioral yang menggunakan cara klasik. Keberadaan pengorganisasian yang baik serta memiliki pertimbangan dan garis perjuangan yang jelas menyebabkan anggota New Social Movement menjadi memiliki daya tahan lebih kuat dalam mempertahankan perjuangannya.  
Selamat mengukir wajah!


Sabtu, 01 Oktober 2016

Songkok dalam Kebudayaan dan Identitas Kebangsaan

Songkok merupakan sejenis topi tradisional bagi orang Melayu. Songkok juga dipakai sebagai pelengkap kepada baju Melayu yang dipakai untuk menghadiri majelis-majelis tertentu. Songkok ini populer bagi masyarakat Melayu di Malaysia, Singapura, Indonesia dan selatan Thailand. Songkok ini dikatakan berasal dari fez yang dipakai di Ottoman Turki. Ia menjadi simbol identiti Islam dan menjadi populer di kalangan India Muslim dan menurut pakar kemudiannya beransur menjadi songkok di Alam Melayu. Di Indonesia, songkok juga dikenali dengan nama peci.

Sebenarnya, songkok tidak hanya khusus digunakan sebagai atribut untuk menghadiri acara yang bersifat seremonial belaka. Melainkan juga dipakai untuk kegiatan sehari-hari. Seperti halnya saat melakukan jual beli di pasar . Pada penjajahan, songkok banyak dijumpai diberbagai tempat. Salah satunya adalah pedagang di pasar banyak yang mengenakannya. Jadi, tidak hanya dijumpai di majelis-majelis tertentu saja. Dan songkok dikenakan oleh semua orang. Tidak kelas bawah ataupun kelas atas, mereka menggunakan semua. Dengan demikian songkok merupakan salah satu kebudayaan dalam berpakaian bangsa melayu dahulu hingga sekarang. 

Sebagai Identitas 

Identitas hadir bukan dengan sendirinya. Melainakan harus dibangun dengan pengorbanan waktu yang tidak singkat. Kegiatan yang dilakukan dengan perlahan-lahan dan kontunuitas kegiatan tersebut yang lama-kelamaan akan menghasilakan apa dinamakan sebagai identitas. Pembangunan identitas baik identuitas pribadi maupun identitas kebangsaan dilakukan dengan tahapan demikian. Pada tahapan akhir terbentuklah identitas sejati yang itu akan menjadi lambang atau icon bagi pemiliknya.

Begitu pula songkok sebagai identitas kebudayaan tidak terbentuk baru-baru ini. berabad-abad yang lalu sudah ada songkok yang melengkapi kehidupan spritual maupun lahiriah nenek moyang orang Melayu. Dalam kesusasteraan Melayu, songkok telah disebut dalam Syair Siti Zubaidah Perang Cina (1840) "...berbaju putih bersongkok merah...."

Di Indonesia, songkok menjadi pemakaian kepala yang rasmi yang dipopularkan oleh Sukarno. Songkok dipakai oleh rakyat Indonesia bagi majelis-majelis rasmi seperti upacara perkawinan atau cuti-cuti keagamaan seperti cuti hari Aidil Fitri dan Aidil Adha. Bahkan, ke-resmi-an songkok inipun sudah dicitrakan oleh presiden bangsa indonesia dari Sukarno hingga Joko widodo. Hal ini dibuktikan dengan foto resmi presiden yang menggunakan songkok pada tiap sesi foto resmi yang dipajang di instasni pemerintahan.  

Bagi kalangan orang Melayu, songkok menjadi pemakaian kepala yang rasmi ketika menghadiri uparaca-upacara rasmi seperti upacara perkahwinan, solat jumaat, upacara keagaamaan dan sewaktu menyambut Hari Raya Puasa dan Hari Raya Qurban.Songkok juga dipakai oleh tentera dan polis Malaysia dan Brunei pada upacara-upacara tertentu. Dengan demikian, songkok merupakan warisan leluhur yang mencirikan sebagai orang Melayu. Pada akhirnya, mari menjaga songkok sebagai kehormatan leluhur dan kehormatan jati diri bangsa-bangsa Melayu. 

luvne.com ayeey.com cicicookies.com mbepp.com kumpulanrumusnya.com.com tipscantiknya.com