Perbincangan
dan kajian mengenai politik lokal pasca Orde Baru selalu menarik perhatian. Ini
karena politik lokal pada masa itu memberikan dampak yang diametral. Perubahan
dramatis dalam perpolitikan indonesia sejak kejatuhan rezim Soeharto telah
memberikan ruang bagi hadirnya demokrasi yang sesungguhnya. Politik lokal
menjadi lebih terbuka dan menjadi penentu pembangunan di daerah. Setelah masa reformasi,
kolaborasi antara elit pusat dan lokal pun menghilang, namun justru semakin
menguatkan posisi penguasa-penguasa lokal. Sehingga pemerintahan demokratis
oleh rakyat yang sesunggunya ditingkat lokal tidak benar-benar dicapai.
Elit
Politik Lokal yang penulis sajikan merupakan merupakan tokoh desa setempat yang
menduduki status sosial sebagai Dongke.
Tokoh Dongke disini bernama Pak
Medot. Dongke adalah seorang tokoh
masyarakat (sesepuh) yang ada pada masyarakat Desa Kwangsan, yang mempunyai
legitimasi untuk memimpin upacara adat dan segala ritual tradisi yang berada di
masyarakat setempat.
Menurut
Koentjaraningrat (1985:11) ritus adalah aktivitas dari tindakan manusia untuk
berkomunikasi dan melaksanakan kebaktiannya terhadap tuhan, dewa-dewa, roh
nenek moyang atau makhluk lain, biasanya berlangsung berulang-ulang. Baik
setiap hari, setiap musim atau kadang-kadang saja. Ritual atau ritus ini
biasanya berupa tindakan doa, bersujud, bersaji, berkorban, makan bersama,
menari dan menyanyi, berposesi, berseni drama suci, berpuasa, bertapa, dan
bersemedi.
Masyarakat
setempat begitu menghormati Pak Medot yang menjadi sesepuh desa Kwangsan.
Selain sebagai Dongke, petuah dari
Pak Medot sering dijadikan rujukan oleh masyarakat setempat yang memiliki
permasalahan. Namun, kharisma Pak Medot tidak hanya berhenti pada tokoh
kultural belaka. Melainkan juga memiliki pengaruh besar dalam konstelasi
perpolitikan di lingkungan Desa Kwangsan.
Dongke memiliki
keterkaitan dengan perpolitikan Desa Kwangsan. Ia mampu mengarahkan massa untuk
memenangkan kandidat kepala Desa. Pak Medot yang berkedudukan sebagai Dongke dapat dikatakan sebagai local strongman. Berkat pengaruhnya, Dongke mampu menjadikan Pak Untung
sebagai Kepala desa Kwangsan periode 2013-2019. Dalam mengkaji elit lokal,
penulis menggunakan teori patronase sebagai analisisnya.
0 komentar:
Posting Komentar