Kyai
Haji Abdurrahman Wahid atau yang akrab dipanggil Gus Dur lahir di Jombang, Jawa
Timur pada tanggal 7 September 1940. Ia lahir dengan nama Abdurrahman Addakhil
yang berarti sang penakluk. Karena kata “Adakhil” tidak cukup dikenal, maka
diganti dengan nama “Wahid” yang kemudian lebih dikenal dengan Gus Dur. Gus
adalah panggilan kehormatan khas Pesantren kepada seorang anak kiai yang
berarti “abang atau mas”.
Nama
Gus Dur sudah tak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Nama ini lekat dalam
benak rakyat Indonesia. Karena, beliau adalah Presiden Indonesia ke-4.
Keterkenalan Gus Dur tidak hanya disebabkan karena dia pernah menjabat sebagai
presiden negara ini, melainkan lebih ke sumbangsih pemikirannya untuk bangsa
ini. Akibat pemikirannya yang yang membela keragaman dan anti diskriminasi, ia
dijuluki sebagai bapak Pluralisme Indonesia. Banyak jasa yang telah ia berikan
untuk manusia yang tertindas di negeri ini sehingga ia lekat dekat dengan masyarakat.
Bukan hanya umat Islam yang ia bela, melainkan seluruh manusia yang tertindas
dibelanya. Apapun latarbelakangnya.
Pemimimpin. Ketika kita membicarakan soal
pemimpin, maka kita akan berbicara pula soal kekuasaan. Karena pemimpin adalah
orang yang berkuasa terhadap orang yang dipimpinnya. Identitas sebagai sorang pemimpin tidak bisa
dilepaskan dari dirinya tatkala kita membicarakan tentang Gus Dur. Sudah banyak
lembaga yang ia pimpin. Mulai dari lembaga tingkat lokal hingga skala nasional
pernah ia pegang. Diantaranya adalah Sekretaris Umum Pesantren Tebu Ireng,
Ketua Majelis Ulama Indonesia, Partai Kebangkitan Bangsa, Indonesia, Ketua
Dewan Syura DPP PKB, Ketua Umum PBNU, Rektor Universitas Darul Ulum Jombang,
Pendiri The WAHID Institute, Indonesia, hingga sebagai Presiden Indonesia. Melihat
rekam jejaknya sebagai seorang pemimpin, maka timbul pertanyaan seperti apakah
pola kepemimpinan Gus Dur? Bagaimanakah Gus Dur memandang kekuasaan?
Memanusiakan
Manusia
Satu
hal yang diajarkan oleh Gus Dur, yaitu memuliakan manusia. Gus Dur berkeyakinan
bahwa manusia pada dasarnya memiliki kedudukan yang mulia dan tinggi berkat
anugerah Tuhan berupa kapasitas-kapasitas yang mereka miliki. Keyakinan
primordial ini lalu diterjemahkan oleh Gus Dur, dengan cara menempatkan secara
cermat keyakinan itu ke dalam problematika hubungan antara takdir Tuhan dan
kehendak bebas manusia. Kecermatan itu terutama dapat dijumpai pada saat mana
ia menempatkan hubungan kehendak manusia dan takdir Tuhan dalam kerangka ilmu
pengetahuan alam/sosial dan filsafat moral. Dengan cara demikian, Gus Dur
berhasil menampilkan konsepsi manusia dan moralitas menurut kosmologi Islam
dalam wajahnya yang lebih fungsional dan universal. Sedemikian rupa sehingga
“moralitas-agama Islam” bersama dengan “moralitas agama-agama” pada umumnya dan
“moralitas-sekuler” dapat turut serta memberi sumbangan tak ternilai harganya
bagi penyelenggaraan kehidupan masyarakat di dunia yang puspa-ragam dan bagi masa
depan kebangunan peradaban.
Gagasan
Gus Dur tentang manusia dan moralitas pada hakikatnya dibangun dari wawasan
kosmologi Islam, khususnya dunia pesantren. Paling tidak ada tiga konsep
mendasar tentang “manusia”, yakni:(1) kedudukannya yang tinggi dihadapan
makhluk lain; (2) statusnya yang mulia sebagai khalifah di bumi; dan (3)
kemampuan inteleknya dalam merumuskan masalah dasar kemanusiaan. Ketiga-tiganya
adalah fitrah manusia yang diyakini sebagai anugerah Tuhan sang Pencipta,
sehingga manusia berhak atas kedudukan mulia baik di hadapan Tuhan maupun
ciptaan lain di alam semesta.
Paragraf
di atas menjelaskan bagaimana pandangan Gus Dur terkait manusia. Pandangan inilah
yang menjadikan Gus Dur memiliki rasa, sikap, dan tindakan yang senantiasa
berorientasi pada kemanusiaan. Gus Dur memandang manusia sebagai makhluk paling
luhur ciptaan Tuhan. Jadi tidak ada yang berhak untuk menindas, menghisap, dan
melakukan diskriminasi terhadap manusia. Politik kemanusiaan secara nyata
terlihat dari sosok seorang Gus Dur. Ia tidak meninggalkan moralitas. Politik
sejatinya melindungi manusia dan mengangkat derajat manusia.
Kekuasaan
di Mata Gus Dur
Politik
pada umumnya dipahami sebagai upaya untuk mencari dan mempertahankan kekuasaan.
Pemahaman semacam ini pula berlaku dimana saja dan kepada siapa saja. Termasuk
Gus Dur. Namun, ada beberapa hal yang perlu diketahui bagaimana cara seorang
Gus Dur mencari dan mempertahankan kekuasaan. Metode apa yang digunakan agar
dirinya dijadikan sebagai penguasa. Dan dengan apa ia mempertahankan sebuah
kekuasaan. Apabila kita banyak membaca literatur tentang Gus Dur, akan kita
jumpai keidealan politisi yang layak memimpin negeri ini. Berlakunya demokrasi,
menolak nepotisme, dan berpolitik dengan moral.
Gus
Dur melihat kekuasaan sebagai upaya untuk memberikan kesejahteraan, keadilan,
keamanan kepada masyarakatnya. Jadi, tidak semata-mata menginginkan kekuasaan
untuk memenuhi hasrat ataupun mendapatkan keuntungan pribadi dari kekuasaan
tersebut. Esensi dari kekuasaan adalah terciptanya masyarakat yang aman, adil,
dan kesejahteraan. Melalui pandangan semacam inilah yang mempengaruhi setiap
tindakan dari Gus Dur. Dalam pandangan Gus Dur, tidak diperkenankan memperoleh
kekuasaan dengan cara yang kotor. Melakukan suap-suap, nepotisme, dan
kongkalikong lainnya. Seorang penguasa harus dapat menciptakan tatanan
masyarakat yang demikian tadi. Jadi seorang pemimpin otentik yang harus
memiliki kemampuan mengatasi segala problem, bukan pemimpin kosmetik yang
mencari pencitraan dan mengahlalkan segala cara untuk berkuasa.
Dalam
upaya mempertahankan kekuasaan, Gus Dur tidak menggunakan cara-cara represif.
Tatkala berkuasa, ia mengabdikan dirinya untuk mewujudkan tatanan masyarakat
yang digariskan di atas. Dalam perjalanan waktu, biar masyarkatlah yang menilai
hasil kinerja dari Gus Dur. Jikalau apa yang dilakukannya dianggap baik oleh
rakyat hal itu akan menumbuhkan kepercayaan kepada Gus Dur. Pada intinya, Gus Dur
mempertahankan kekuasaan dengan pijakan kepercayaan. Jadi jika rakyat sudah
tidak percaya, ia rela meninggalkan jabatannya. Tidak perlu membela kekuasaan
dengan mati-matian. Sebagaimana ia tidak menggunakan kekerasan dalam gegap
gempita oknum yang melengserkannya dari kursi kepresidenan. Karena bagi dia,
tidak ada jabatan di dunia ini yang perlu dipertahankan mati-matian.
0 komentar:
Posting Komentar