Blogger templates

Jumat, 19 Januari 2018

Sejarah Pinggiran Gus Dur






Judul              : Gus Dur dalam Obrolan Gus Mus
Penulis            : KH. Husein Muhammad
Penerbit          : Noura Books
Tahun Terbit : Cetakan kedua 2016
Tebal              : 179 halaman   

Gus Dur telah meninggalkan kita untuk selamanya pada hari Rabu, 30 Desember 2009. Bangsa Indonesia telah kehilangan salah satu putra terbaiknya. Putra bangsa yang menjadi sosok yang menjaga dan menebarkan semangat persatuan berlandas asas keadilan. Gus Dur telah wafat, jasadnya bersamayam damai di tanah kelahirannya, Pesantren Tebuireng Jombang. Meski sudah tiada, sosok dan buah pikiran Gus Dur masih lekat dalam ingatan rakyat Indonesia. Ingatan itu tergambar oleh kutipan KH. Husein Muhammad dalam buku Sang Zahid: Mengarungi Sufisme Gus Dur. “Gelombang manusia yang tak pernah berhenti bergerak menziarahi dan mendoakan Gus Dur adalah karena tuhan mencintainya. Mencintai tuhan adalah mencintai semua ciptaannya, tak peduli latar belakang agama, budaya, dan kelas sosial mereka”. 

Mengenal Gus Dur sejatinya tidak hanya bisa dilihat dari satu sudut pandang saja. Melainkan ada kompleksitas yang menyatu di dalam pribadi Gus Dur. Ia bukan hanya seorang kiai ataupun politisi. Karena ia juga pengamat sepak bola, budayawan, aktivis pembela kemanusiaan, dan humoris sebagai karakteristiknya. Melihat kompleksitas Gus Dur, marilah kita mencoba untuk mengenal Gus Dur dari perspektif sahabat terdekatnya, yaitu KH. Mustofa Bisri atau yang acapkali dipanggil Gus Mus. 

Buku berjudul Gus Dur dalam Obrolan Gus Mus merupakan buku yang mengisahkan pribadi Gus Dur dalam pandangan Gus Mus. Buku ini ditulis dari hasil obrolan penulis dengan Gus Mus mengenai sosok Gus Dur. Penulis melihat bahwa Gus Mus sangat dekat dengan Gus Dur, sehingga penulis hendak mengisahkan sosok Gus Dur melaui pembicaraan dengan sahabat terdekatnya. Banyak pihak yang mengamini jika Gus Dur dan Gus Mus adalah sahabat dekat. Kedekatan ini diakui oleh kedua orang tersebut dalam beberapa forum. Selain itu, keluarga, penulis dan kawan-kawan kedua tokoh itu juga mengakui kedekatan mereka. Karena kedekatan pula, Gus Mus memanggil dengan Mas Dur sebagai panggilan keakraban. Kedekatan persahabatan yang dijalin oleh Gus Dur dan Gus Mus tidak terlepas dari jalinan persaudaraan semenjak menempuh pendidikan di Universitas Al-Azhar Mesir. 

Lebih tegasnya, dibuku ini dituliskan pernyataan bagaimana kedetan ia dengan Gus Dur. “Gus Dur adalah teman dan sahabat saya satu kamar ketika di Kairo, Mesir, pada tahun 1960-an. Kami sering berdiskusi dan berdebat, belanja dan masak bergantian atau bersama-sama. Gus Dur adalah sahabat terbaik saya. Dialah yang membesarkan dan mendidik saya hingga jadi seperti saya sekarang ini. banyak sekali kenangan saya bersama Gus Dur” kata Gus Mus. 

Karena kedekatan itu pula, sepekan menjelang Gus Dur wafat, beliau berkunjung ke rumah Gus Mus di Rembang. Berkunjung sekadar untuk berbincang ngalor-ngidul sebagaimana pembicaraan diantara dua sahabat yang sangat akrab. Santai, cair, dan suasana hangat menyelimuti perbincangan itu. Kunjungan ini pula ditafsiri oleh penulis sebagai pamitan kepada sahabat terdekatnya bahwa ia tidak akan bisa bertemu lagi dengan Gus Mus. Pamitan mengucapkan selamat tinggal untuk selamanya. 

Buku ini mengupas tentang kehidupan Gus Dur yang bersahaja.  Memperbicangkan Gus Dur yang suka sepak bola, pola makan Gus Dur, fenomena tidurnya, kegemaran ziarah, kehidupan di Kairo, serta Gus Dur dan pergulatan terhadap sastra arab maupun sastra populer, dan juga cerita Gus Dur di NU. Dibuku ini pula pembaca juga dikenalkan kepada nama-nama sastrawan besar arab yang dipelajari Gus Dur. Buku Gus Dur dalam Obrolan Gus Mus memuat dua bagian. Bagian pertama mengisahkan kenangan antara penulis dan Gus Mus kepada sosok Gus Dur. Sedangkan bagian kedua berfokus pada tulisan yang mengupas tentang Gus Mus. Walau bagaimanapun, membicarakan Gus Dur tidak bisa lepas dari membicarakan Gus Mus. 

Putri pertama Gus Dur, Alisa Wahid berkomentar tentang buku ini sebagai sejarah pinggiran. Kisah yang tidak ditemui di buku yang ditulis oleh orang lain. Perkataan tersebut tampaknya bukan isapan jempol belaka. Selama ini publik semacam hanya mengenal gus dur sebagai kiai dan politisi. Namun disamping itu, ternyata juga juga menggemari sepak bola, musik, dan sastra. Seperti halnya dijelaskan pada Hal 31. Gus Dur adalah peminat sastra. Beliau pernah kuliah di jurusan sastra arab saat di Baghdad, memahami atau menguasai sastra arab dan hafal puisi-puisi penyair besar arab klasik. Antara lain Al-Mutanabbi, Al-Khansa, Ka’ab bin Suhair, Abu Al-Atahiyah, Abu Al-A’la Al-Ma’arri, Al-Bushairi, Hafidz, dan Sa’di Syirazi. Gus Dur juga membaca lahap karya satra dan penyair kelas dunia, seperti William Shakespeare, Leo Tolstoy, Dostoyevsky, Wolfgang von Goethe, Albert Camus dll.

Setelah membaca buku tersebut, saya melihat kelebihan dari buku tersebut adalah kemampuan penulis dalam menyajikan sosok Gus Dur dengan perspektif berbeda. Penulis mampu mengeksplor kenangan dua sahabat antara Gus Mus bersama Gus Dur. Dan cerita yang disampaikan Gus Mus inilah yang beberapa diantaranya tidak ditemui dibuku-buku lain yang membahas Gus Dur. Selain itu, buku ini juga ditulis oleh orang yang dahulu juga memili kenangan bersama Gus Dur. Jadi apa yang disampaikan memiliki emosional yang erat.     

0 komentar:

Posting Komentar

luvne.com ayeey.com cicicookies.com mbepp.com kumpulanrumusnya.com.com tipscantiknya.com