Siapa yang bercita-cita
menjadi difabel? Tampaknya tidak ada. Menjadi difabel bukan termasuk daftar
cita-cita umat manusia. Setidaknya begitu, karena saya tidak pernah menemukan
kawan yang memiliki cita-cita tersebut. Siapa juga sih yang mau jadi orang
memiliki perberbedaan secara fisik dari orang pada umumnya, yang dianggap
cacat.
Sebelum saya jauh
berbicara soal difabel, alangkah lebih baiknya kita mengenal apa itu difabel.
Dan apakah ada beda antara difabel dengan disabilitas atau cacat? Jadi begini,
awal mula dari istilah difabel tak terlepas dari kelompok yang giat
memperjuangkan hak kaum disabilitas. Dimas Prasetya Muharam dalam tulisan
berjudul “Difabel atau Disabilitas?” menjelaskan istilah difabel pada awalnya
marak digunakan oleh para aktivis isu disabilitas di daerah Yogyakarta dan
Jawa. Difabel merupakan gabungan dari dua kata yaitu different ability. Maksud dari istilah tersebut untuk menunjukkan
bahwa difabel itu bukan cacat atau kekurangan, tetapi memiliki kemampuan yang
berbdea, atau melakukan sesuatu dengan cara yang berbeda. Jadi konotasinya
lebih positif dibandingkan kata cacat atau disabled. (kartunet.com,
6/11/2014)
Difabel memiliki dunia
kehidupan yang berbeda dengan orang pada umumnya. Jadi ia melakukan aktifitas
dengan kemampuannya tersendiri. Meski menurut orang pada umumnya ia adalah
cacat dan kurang. Tapi hal itu tidak boleh menghalangi seorang difabel untuk
tidak mengaktualisasikan dirinya.
Mewabahnya informasi seperti
saat ini hendaknya tidak boleh dilewatkan oleh kaum difabel. Mereka juga bisa
berkreasi dengan adanya kemudahan informasi dan teknologi. Kemudahan
mendapatkan akses teknologi informasi dapat menjadi sarana bagi kaum difabel
untuk menunjukkan dirinya dapat setara dengan orang normal. Dan inilah kanal
yang tepat bagi kaum difabel untuk menunjukkan bahwa ia juga bisa meraih
kesuksesan.
Sejak pertengahan tahun
1980-an perkembangan di era teknologi informasi (komputer dan telekomunikasi)
sedemikian pesatnya sehingga kalau digambarkan secara grafis, kemajuan yang
terjadi terlihat secara eksponensial (Oren.co.id).
Grafis yang selalu meningkat berlipat-lipat. Karena begitu cepatnya informasi yang
diterima oleh individu di zaman ini. Kemudahan informasi ini didapat dari
berbagai manca negara. Tidak terbatas ruang dan waktu.
Era informasi dapat
kita susun dengan melihat periodik waktu dan perkembangan daya rubah terhadap
tatanan sosial. Ada empat era teknologi informasi yaitu; era komputerisasi, era
teknologi informasi, era sistem teknologi informasi,dan era globalisasi informasi (cash et.al., 1992)
Ada pepatah turut
berbicara terkait informasi. Bunyinya seperti ini, “Siapa yang menguasai dunia
informasi, dialah sesungguhnya yang akan menguasai dunia”. Hal ini tidak bisa
dipungkiri. Ada banyak bukti yang menguatkan pepatah tersebut. Ambil contoh
dengan kemenangan agresi militer Amerika Serikat terhadap Irak. Banyak analisis
mengemukakan kemenangan AS adalah kemenangan media informasi. AS mampu
menghegemoni media informasi sehingga terbangun opini yang menyudutkan sebagai
bangsa yang mengembangkan nuklir. Dan bangsa yang mencoba mengembangkan nuklir
itu harus dilenyapkan.
Internet yang
menyuguhkan informasi dapat diambil manfaatnya oleh siapapun. Termasuk kaum
difabel. Internet ternyata juga memiliki berbagai fitur yang menjadi alternatif
pendidikan formal sekolah. Ada banyak platform yang bisa dijadikan tempat
belajar. Hal seperti sangat membantu bagi kaum difabel yang biasanya jika
sekolah formal akan mendapat tekanan batin dari temannya karena fisiknya yang
berbeda.
Contoh platform
pendidikan di internet adalah Pinterest. Sebuah platform yang mengembangan kesenian dan kerajinan tangan.
Topik artistik dan kreatif. Juga dijadikan inspirasi untuk kegiatan yang
berhubungan dengan seni karena kontennya yang sangat beragam dan terkumpul dari
seluruh belahan dunia. Ada juga IndonesiaX, sebuah platform kursus online
gratis yang terbuka secara besar-besaran atau Massive open online
cource(mooc)yang diciptakan oleh PT Education Technology Indonesia (ETI) dengan
mengusung semangat “Enriching Lives Through Education”. Bertujuan untuk
memperluas akses masyrakat kepada pendidikan dan keterampilan hidupyang berkualitas
melalui sebuah platformkursus online gratis dan terbuka secara besar-besaran
dengan perangkat sistemmanajmene belajar tercanggih.
Selain itu, ada juga ThinkQuest.
Platform yang menawarkan model pembelajaran online dan terlindungi yang
memberikan kemampuan bagi para pendidik untuk mengintegrasikan proyek
pembelaajaran ke dalam kurikulum kelas bagi para pelajar, ThinkQuest memberikan
sarana untuk mengembangkan kemampuan teknologi, kreatifitas, komunikasi dan
kerja tim. Platform ThinkQuest milik Oracle Education Foundation (OEF) juga pernah disebarkan oleh Dinas Pendidikan
DKI Jakarta ke sekolah-sekolah negeri di
DKI Jakarta. (kompas.com, 31/3/2009)
Kaum difabel bisa
sukses itu bukanlah isapan jempol. Di Indonesia sudah ada kaum difabel yang
sukses karena kemampuan memanfaatkan internet, ia adalah Habibie Afsyah. Seorang
internet marketer muda berpenghasilan US$ 1.000 yang mengidap kelainan muscular
dytrophy. Penyakit yang merenggut fungsi motorik tubuh Habibie sehingga ia
mulai tidak bisa menggerakkan anggota tubuhnya.
Contoh tersebut
membuktikan siapapun bisa sukses di era informasi dan teknologi seperti saat
ini. saudaraku kaum difabel harus senantiasa merawat cita-cita dan tetap
berusaha mewujudkannya. Ingatlah kalimat Habibie Afsyah “Kalau saya yang punya
keterbatasan seperti ini saja bisa. Anda juga pasti bisa! Kemandirian dan
kesuksesan adalah kodrat anda”-Habibie Afsyah.
*Dimuat Harian Tribun Jateng edisi 25 Januari 2018
0 komentar:
Posting Komentar