![]() |
Pemukiman Gafatar Yang Dibakar, Mempawah Kalimantan Barat |
Gafatar
ramai diperbincangkan masyarakat kita pada beberapa pekan lalu. Merebaknya
berita Gafatar diawali oleh laporan adanya orang hilang yang terjadi di Daerah
Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah. Yang paling santer adalah informasi
raibnya dokter Rica Tri Handayani bersama anak balitanya. Dikabarkan raibnya
dokter tersebut akibat bergabungnya beliau ke dalam organisasi terlarang
(Gafatar). Organisasi ini merupakan organisasi yang dilarang pemerintah sesuai
surat Ditjen Kesbangpol Kementerian Dalam Negeri Nomor 220/3657/D/III/2012
tanggal 20 November 2012. Pelarangan tersebut disebabkan oleh sepak terjang
Gafatar yang meresahkan masyarakat.
Hingga
saat ini Gafatar masih hangat diperbincangkan, tentunya selain “Kopi Mirna”.
Namun, siapakah yang tahu apa sebenarnya Gafatar?. Gerakan Fajar Nusantara.
Begitulah orang-orang kebanyakan menjawab pertanyaan yang penulis ajukan.
Sebagian lagi ada ada yang beropini bahwa Gafatar itu adalah gerakan yang
menyesatkan. Disinyalir bahwa Gafatar mencampur adukkan agama Islam, Kristen,
dan Yahudi sebagai pedomannya. Ajaran semacam ini dinamakan Milah Abraham.
Sejatinya, Komunitas Milah Abraham adalah kamuflase dari pengikut Musadeq (nabi
palsu) yang dahulunya bernama Al-Qiyadah. Jadi, Al-Qiyadah - Komunitas Milah
Abraham – Gafatar adalah satu, yaitu pengikut Musadeq. Demikianlah yang
menjadikan Gafatar dianggap sesat, meskipun Gafatar mendeklarasikan diri
sebagai organisasi yang bergerak di bidang sosial dan kebudayaan. Namun,
kesesatan tersebut masih melekat dalam ajaran yang dianutnya.
Anggota
Gafatar mendiami Kalimantan Barat sebagai pemukimannya. Hal ini disebabkan
Pulau Jawa sudah tidak kondusif bagi kehidupan mereka. Mereka ke Kalimantan
atas dasar sukarela dan diniati untuk merubah nasib. Kelompok Gafatar membuka
lahan untuk pemukiman dan bercocok tanam serta mengembangkan peternakan.
Perpindahan ini dipicu lantaran wilayah Kalimantan cocok untuk pengembangan
pangan dan cocok untuk beternak. Hal ini sesuai dengan garis organisasi yang
ingin mewujudkan kedaulatan pangan. Pergerakan semacam inilah yang menjadi daya
tarik bagi anggotanya agar ikut berpindah ke Kalimantan. Karena geografis
disana lebih menjanjikan daripada hidup di Jawa. Begitulah alasan gafatar
mengapa mereka mendirikan pemukiman di Kalbar. Mungkin ini sedikit pengantar
perkenalan dan stigma “sesat?”nya Gafatar. Namun, ihwal kesesatan ini biarlah
menjadi fokus kajian dari MUI dan masyarakat yang bersangkutan. Bila memang
benar adanya penistaan agama dan ada bukti pelanggaran terhadap undang-undang
biarkan hukum berbicara.
Dalam
pembahasan ini, marilah kita menempatkan eks Gafatar sebagai warga negara Indonesia
yang memiliki kedaulatan. Penulis menggunakan kata “eks Gafatar” dikarenakan
organisasi ini telah dibubarkan oleh pengurusnya terhitung mulai 13 Agustus
2015, demikian kata mantan Ketua Umum Gafatar, Maful Muis Tumanurung.
Selanjutnya, kita harus bersikap arif terhadap persoalan yang terjadi. Walau bagaimanapun
yang tergabung dalam Gafatar adalah putra - putri ibu pertiwi yang tumpah
darahnya harus dilindungi negara. Anggota eks Gafatar saat ini sedang terusik dan
dikucilkan serta hak-haknya sebagai warga negara dilanggar oknum tertentu.
Marilah kita menempatkan hak orang lain di atas emosi sesaat dan mari ciptakan
masyarakat Indonesia sebagai masyarakat yang berkeadaban.
Kewajiban
Negara
Keberadaan
negara adalah untuk memberikan keamanan dan keadilan bagi warga negaranya.
Begitulah penulis mengartikan keberadaan negara secara sederhana. Menurut ahli
politik, Miriam Budiardjo mengatakan bahwa setiap negara harus menyelenggarakan
beberapa fungsi minimum; (1) melaksanakan penertiban untuk mencapai tujuan
bersama serta mencegah konflik-konflik yang terjadi di masyarakat, (2)mengusahakan
kesejahteraan serta kemakmuran rakyatnya, (3) mengupayakan aspek pertahanan
serta keamanan guna menjaga serangan dari luar dan rongrongan dari dalam
negeri, (4) menegakkan keadilan bagi segenap rakyatnya melalui badan pengadilan
yang telah ada serta diatur dalam konstitusi negara.
Demikianlah
fungsi minimum yang harus dijalankan oleh negara. Bila kita mengaitkan dengan
persoalan yang dialami eks Gafatar. Oleh karena itu, sebaiknya pemerintah
mengambil langkah prograsif untuk rakyat tertindas (eks Gafatar). Diantaranya; Pertama, melindungi keselamatan eks
Gafatar dari massa yang mengancam keselamatan jiwa. Termaktub dengan jelas dalam
konstitusi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi “....pemerintah
negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia...”. Konstitusi dengan tegas memerintahkan pemerintah untuk
melindungi rakyatnya. Pun dengan eks Gafatar, selama ia masih setia kepada NKRI
tentunya harus tetap dilindungi, terlepas dari indikasi kesesatan yang melekat
pada mereka.
Kedua,
pemerintah melakukan inventarisasi terhadap harta bergerak maupun yang tidak
bergerak. Selain inventarisasi harta benda, pemerintah juga berkewajiban
melindungi harta tersebut. Hal ini perlu dilakukan jika harta berupa rumah dan
kepemilikan tanah tersebut diperoleh dengan baik dan sah menurut hukum yang
berlaku. Karena kepemilikan harta benda juga dilindungi oleh konstitusi.
Ketiga,
aparat penegak hukum mengusut tuntas pelaku pembakaran dan pengrusakan. Provokator
dalam aksi ini harus dijerat hukum yang berlaku. Hal ini perlu dilakukan guna
menjamin kepastian hukum itu sendiri. Semua tindakan yang melanggar hukum harus
dikenai hukum. Dalam negara hukum tidak diperkenankan masyarakat melakukan
tindakan sewenang-wenang. Apabila ada pelanggaran hukum, masyarakat hanya
berkewajiban untuk melaporkan kepada aparat penegak hukum. Biarkan yang
berwajib menegakkan hukum yang berlaku.
Keberadaan
pemerintah pemerintah yang seperti inilah yang dinantikan oleh masyarakat yang
hidup dalam negara hukum. Dan penulis mengapresiasi tindakan pemerintah yang
segera mengevakuasi eks Gafatar sebelum terjadi hal-hal bersifat negatif dalam
skala yang lebih luas. Meskipun pemukiman eks Gafatar tetap tidak terselamatkan
dari amukan massa, tapi penulis tetap mengapresiasi tindakan aparat keamanan.
Saling
Menghormati Hak Warga Negara
Dalam
serangkain pemberitaan mengenai Gafatar, kita menjumpai terjadinya aksi
pembakaran pemukiman Gafatar yang terdapat di kalimantan barat. Aksi tersebut
dilakukan oleh masyarakat yang menolak keberadaan Gafatar. Menurut hemat
penulis, aksi pembakaran semacam ini tidak ada alasan apapun untuk mmbenarkan
aksi kesewenangan di dalam negara hukum. Pembakaran harta milik orang lain dan
segala aksi kekerasan sangat dilarang oleh undang-undang. Karena setiap tumpah
daraj Indonesia memiliki hak yang sama. Maka biarkan saudara setumpah darah dan
setanah air untuk menikmati hak hidup, hak kepemilikan harta benda, hak
keamanan yang menjadi haknya.
Selain
negara hukum, Indonesia juga dikenal sebagai negara yang memiliki masyarakat
yang menjunjung nilai toleransi, sopan santun, dan nilai luhur lainnya. Nilai
yang melekat pada bangsa timur seperti inilah yang seharusnya tetap
dilestarikan. Jangan sampai identitas
luhur bangsa ini hilang akibat ulah anarkis yang dipicu perbedaan. Masyarakat
alangkah lebih baik menyelesaikan perselisihan dengan jalan lebih arif. Dan
apabila melihat pelanggaran hukum yang terjadi di dalam masyarakat hendaknya
dilaporkan kepada pihak yang berwenang mengadili. Seperti yang penulis katakan
datas, apabila terjadi pelanggaran hukum maka biarkan hukum yang berbicara. Toh
di negara ini sudah ada aparat penegak hukum. Biarkan mereka bekerja sesuai
prosedurnya.
*Pena Hitam
0 komentar:
Posting Komentar