Blogger templates

Sabtu, 18 Juni 2016

Aliansi Boikot Art Jog Beberkan Dosa Freeport



Publik pecinta seni tentunya tidak asing lagi dengan kata Art Jog. Sebuah kata yang menjadi simbol terhadap bursa seni rupa terbesar se-Indonesia raya. Art Jog merupakan art fair atau bursa seni rupa kontemporer yang telah digelar sejak 2008 di Yogyakarta. Popularitas Art Jog yang dikatakan terbesar ini bukan omong kosong belaka, lebih kurang 1000 lembar tiket terjual setiap harinya. Pada 2008-2016, 1.350 seniman Indonesia terlibat dalam Art Jog. Sedangkan jumlah pengunjung per tahun rata-rata 100 ribu orang. Tahun ini, Art Jog berlangsung di Jogja National Museum pada 27 Mei-27 Juni 2016. Adapun seniman yang andil dalam bursa seni rupa ini diikuti setidaknya 72 seniman baik domestik maupun manca negara dan terdapat 83 acara seni yang mengiringi Art Jog  2016. Dengan demikian, pameran ini memang besar secara kuantitas maupun kualitas.

Ternyata, dibalik kemegahan Art Jog 2016 terdapat persoalan (baca: masalah) yang turut memeriahkan acara ini. Seniman dan beberapa elemen masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Boikot Art Jog memprotes keras kegiatan Art Jog tahun ini. Adapun elemen yang mengkritik dan mengecam keterlibatan PT. Freeport Indonesia dalam kegiatan seni diantaranya adalah komunitas seniman street art Anti-Tank, Andrew Lumban Gaol, Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi) Nahdlatul Ulama dan Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA), Forum Solidaritas Yogyakarta Damai, Aliansi Mahasiswa Papua (AMP), Gerakan Rakyat Papua Bersatu, mahasiswa, kelompok diskusi, dan lain sebagainya.

Kalangan yang kontra terhadap penyelenggaraan Art Jog 2016 menyampaikan tuntutan itu lewat unjuk rasa di depan Jogja National Museum, Yogyakarta, tempat berlangsungnya Art Jog 2016, Kamis 16 Juni 2016. Mereka berjalan dari Titik Nol Kilometer Yogyakarta menuju lokasi pameran dengan membawa spanduk bertuliskan aliansi boikot Art Jog. 
 
Aliansi itu mendesak penyelenggara Art Jog diminta bertanggung jawab atas pelibatan Freeport dan perusahaan yang merusak lingkungan sebagai sponsor kegiatan. Mereka juga menuntut Art Jog memutus kontrak dengan Freeport dan menolak perusahaan itu ikut campur dalam aktivitas kesenian di berbagai wilayah di Indonesia. Mereka mengimbau penyelenggara kegiatan seni dan seniman untuk tidak bekerja sama dengan Freeport dan perusahaan hitam lainnya.


Dosa Freeport di Tanah Papua

Periset Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam, Bosman Batubara menduga seniman yang terlibat dalam acara itu sejak awal tidak mengetahui keterlibatan Freeport sebagai sponsor Art Jog. “Ada paradoks ketika seniman menampilkan karya mereka yang kritis terhadap persoalan lingkungan dan penderitaan rakyat,” kata Bosman.

Bosman berpandangan penyelenggara yang menerima PT Freeport sebagai sponsor tidak sensitif karena perusahaan itu dinilai melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia di Papua. Di antaranya penghancuran tatanan adat rakyat Papua, perampasan lahan masyarakat lokal, penangkapan sewenang-wenang masyarakat sipil, perusakan lingkungan hidup, dan perusakan ekonomi rakyat. Perusahaan asal Amerika Serikat itu juga dituding mengingkari eksistensi Suku Amungme, melanggar hak-hak ketenagakerjaan, dan terlibat dalam setoran ilegal uang keamanan aparat negara.
Alumnus Jurusan Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada dan Interuniversity Programme in Water Resources Engineering, KU Leuven dan VU Brussel, Belgia itu merujuk pada temuan Jaringan Advokasi Tambang Mining Advocacy Network dan Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan.
Limbah tailing atau sisa pengolahan batuan-batuan yang mengandung mineral
Freeport telah mencapai lebih dari 1,187 milliar ton yang dibuang ke sungai Aghawagon, Otomona dan Ajkwa Papua. Longsor besar di kawasan Freeport juga telah merenggut 28 nyawa pekerja sekaligus pada 14 Mei 2013. Hingga akhirnya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia telah menetapkan PT. Freepot Indonesia sebagai pelanggar Hak Asasi Manusia berat dalam kasus itu.
Warga Kabupaten Merauke, Papua, Lurina Ubay mengatakan  masuknya Freeport membuat rakyat Papua sengsara karena mereka merasa terasing di tanah mereka sendiri. Penambangan oleh Freeport itu merusak lingkungan karena hutan dan sumber daya alam milik rakyat Papua habis dikuras. “Bagaimana kami bisa mencari makanan ketika sumber-sumbernya habis,” kata Lurina.
Atas dasar data tersebut, Aliansi Boikot Art Jog menolak keterlibatan PT. Freeport dalam kegiatan Art Jog tahun ini. Perusahaan tambang asal Amerika Serikat tersebut telah melakukan eksploitasi kekayaan alam, pelanggar HAM, merusak tatanan budaya lokal. Lantas, bagaimana bisa seniman dan pecinta kesenian yang katanya seni adalah tentang kehidupan dan kehalusan perasaan berselingkuh dengan korporat penindas perikehidupan manusia?   

Related Posts:

1 komentar:

luvne.com ayeey.com cicicookies.com mbepp.com kumpulanrumusnya.com.com tipscantiknya.com